Cerpen karya Ananda Wahyu Yatama P, S.Pd.
Pada suatu hari saat Semut sedang
berjalan membawa makanan bersama teman-temannya, datanglah Si Pelatuk. “Hai Semut,
serahkan kertas itu padaku!” bentak Pelatuk.
Tanpa berpikir panjang, semutpun berlari dengan sekuat tenaganya.
Pelatuk yang memiliki mulut sangat tajam, mulai menghujamkan kea rah semut
sambil berlari mengejarnya, namun semut masih saja bisa menghindar.
Kesabaran Pelatuk sudah habis,
berbagai cara Ia lakukan untuk dapat mengejar Semut. Kertas yang dibawa oleh
semut sangatlah berharga karena berisi petunjuk untuk mendapatkan kunci emas.
Kunci itu dapat mewujudkan permintaan apa saja yang diucapkan oleh sang
pemegang kunci.
Pertengkaran mulai memanas.
Sengatan Semut yang tepat mengarah pada sayap pelatuk membuatnya tidak bisa
terbang. Rasa sakit yang dirasa pada sayapnya membuat susah untuk terbang.
“Bagaimana pelatuk? Kamu sudah
merasakan kekuatanku kan? tanya Semut.
“Rasakan patukan ku ini!” ujar
Pelatuk dengan penuh emosi.
Dengan bantuan teman-temanya,
semut mengangkat sebuah batu. Hujaman mulut Pelatuk mengenai batu.
“ Aduh..Aduh.. sakit.. mengapa
paruhku ini menjadi tumpul?” teriak Pelatuk sambil menahan rasa sakit.
“Ha..ha..ha, sekarang paruhmu sudah tumpul,
kamu tidak punya senjata lagi.” ujar Semut.
Pelatuk mendapatkan ide, dengan
menggesekkan paruhnya ke batu pasti paruhnya bisa kembali tajam. Pelatuk pun
mulai mengesek-gesekkan parauhnya ke batu.
“Hai Pelatuk.. buat apa kamu
menggesekkan paruhmu ke batu? Paruhmu tidak akan bisa kembali seperti semula.”
ujar Semut.
Pelatuk tetap saja terus
menggesekan paruhnya. Saat dirasa paruhnya sudah tajam, Pelatukpun langsung
menyerang Semut.
“Happ.. dapat!” ujar pelatuk.
“Kembalikan kertas itu padaku,
kau tak bisa mengambil kertas itu sesukamu!” jawab Semut.
“Kertas ini sudah menjadi milikku,
besok aku akan melakukan perjalanan untuk mendapatkan tiga kunci emas. Dan kamu
semut, jangan pernah menghalangi aku!” pinta Pelatuk.
Keesokan harinya, Pelatuk memulai
perjalanannya. Tiga kunci itu bisa didapatkan jika Pelatuk dapat melewati rintangan.
Rintangan itu adalah sungai hitam yang dihuni oleh buaya. Kunci emas itu
terletak ditengah sungai yang dijaga buaya. Banya binatang yang mati karena
kalah melawan buaya untuk mendapatkan kunci emas.
Pelatuk mulai memikirkan cara
agar bisa mendapatkan kunci emas itu. Pelatuk mulai terbang ke atas lalu
meluncur kebawah dengan cepat. Sadar aka nada yang mengambi kunci emas, dengan
sigap buaya mengepakan ekornya.
Brukkk.. seperti suara benda
jatuh dari langit.
“ Suara apa itu?” ujar Semut.
Dengan rasa penasaran, ia
menghampiri sumber suara tersebut.
“bangun, hai bangun kau Pelatuk”
ujar Semut.
“ Di mana Aku?” tanya Pelatuk
“Kamu berada di tepi sungai
hitam! Buaya penghuni sungai hitam ini yang berhasil menggagalkanmu mendapatkan
kunci emas itu.” Jawab Semut.
“Mungkin memang aku tidak bisa
mendapatkan kunci emas itu.” ujar Pelatuk dengan lirih.
“Bisa…Kamu pasti bisa..Aku akan
membantumu.” Sahut Semut.
“Aku kan sudah mengambil kertas
ini darimu, mengapa kamu membantuku?” tanya Pelatuk.
“itu tidak penting, sekarang
saatnya kita ambil kunci emas itu.” pinta Semut.
Sebelum menuju tempat Buaya,
Semut dan Pelatuk mengatur strategi. Pelatuk akan membawa semut dan
teman-temannya terbang diatas buaya. Saat buaya menghadap ke atas, Pelatuk akan
menurunkan semut. Seketika semut akan menyerang Buaya dengan sengatanya di mata
dan hidung buaya hingga ia tak dapat bernafas.
Rencana itu ternyata berhasil,
Buaya berhasil dikalahkan. Pelatuk pun berhasil mendapatkan kunci itu.
“Terima kasih semut, kau memang
baik hati. Harusnya kamu yang layak untuk mendapatkan kunci ini.” ujar Pelatuk.
“Kamu lebih pantas mendapatkan.
Kunci itu mungkin bisa membantumu untuk
bertahan hidup kelak di musim dingin nanti.” jawab Semut.
Komentar
Posting Komentar